Thursday, April 26, 2012

Zat Perasa

Nama; Nur Wahyu Jatmiko
Kelas; 4 THP 2
NIS; 6099

1. Tujuan
a. Agar mahasiswa mengetahui jenis-jenis zat perasa alami  dan buatan.
b. Mahasiswa mampu membedakan zat perasa buatan dan alami.

2.  Pendahuluan

Buka kulkas anda dan lihatlah label makanan anda, akan anda temukan label ‘perasa alami’ dan ‘perasa buatan’ di hampir setiap daftar bumbunya. Menurut Badan Pangan dan Obat-Obatan atau FDA, ‘perasa alami’ harus berasal semata dari bahan-bahan yang alami, dedaunan, rempah, bebuahan, sayur mayur, daging, ragi, akar pohon, dsb. Pelabelan dan penyebutan sebuah perasa sebagai sebuah ‘perasa alami’ memberikan kesan kepada konsumen bahwa perasa jenis yang ini lebih sehat dibandingkan yang ‘perasa buatan’. Keduanya itu sepertinya berbeda, namun pada dasarnya keduanya adalah sama, aditif bikinan manusia yang memberikan rasa pada sebagian besar makanan olahan.

3.  Pembahasan

Perbedaan antara zat perasa buatan dan perasa alami agak serampangan dan absurd, lebih didasarkan pada ‘cara’ perasa itu dibuat daripada ‘isi’ sesungguhnya dari perasa itu. Namun FDA tidak mewajibkan perusahaan perasa mengungkapkan bahan-bahan aditif mereka, selama semua bahan kimia itu dipandang aman atau GRAS (Generally Regarded As Safe) oleh badan tersebut. Sehingga pada kenyataannya, ‘perasa alami’ dan ‘perasa buatan’ kadangkala berisi bahan kimia yang persis sama dengan metode pembuatan yang berbeda.
Jenis-jenis perasa alami dan buatan
Amil Asetat -perasa rasa Pisang- umpamanya, bila dihasilkan dari mencampurkan Cuka dengan Amil Alkohol, dengan menambahkan Asam Sulfur sebagai katalis, maka Amil Asetat ini adalah ‘perasa buatan’. Namun apabila dihasilkan dari menyuling Pisang dengan Pelarut , maka Amil Asetat ini adalah ‘perasa alami’. Tatkala Benzaldehida -perasa rasa Almond- didapat dari sumber alami, seperti Persik dan biji Aprikot, ia mengandung bercak-bercak Hidrogen Sianida, sebuah racun yang mematikan.
Namun tatkala Benzaldehida didapat dari mencampur minyak cengkeh dengan Amil Asetat, maka justru tidak mengandung Sianida sama sekali.
Rasa sebuah makanan bisa berubah secara drastis dengan sedikit perubahan dalam campuran perasa yang dipakainya. Bahan kimia yang menyuguhkan rasa dominan lada manis dapat terasa dalam jumlah amat rendah -0,02 bagian per miliar- jumlah yang satu tetesnya cukup untuk menambah rasa lima kolam renang ukuran rata-rata.
Perasa arbei –sejenis yang bisa dijumpai dalam susu kocok arbei Burger King- berisi bahan-bahan berikut : Amil Asetat, Amil Butirat, Amil Valerat, Anethol, Anisil Format, Benzil Asetat, Benzil Isobutirat, Asam Butirat, Cinnamil Isobutirat, Cinnamil Valerat, Minyak Esens Cognag, Diasetil, Dipropil Keton, Etil Asetat, Etil Amil Keton, Etil Butirat, Etil Cinnamat, Etil Hiptanoat, dan seabreg senyawa lainnya.
Sekelompok kecil dan elit kaum ilmuwan yang menciptakan perasa ini biasa disebut dengan sebutan ‘flavoris’. Mereka menggunakan sejumlah disiplin ilmu dalam kerjanya, biologi, psikologi, fisiologi, dan kimia organik. Seorang flavoris adalah seorang ahli kimia dengan hidung terlatih dan kepekaan yang ‘puitis’. Perasa diciptakan dengan mencampur setumpuk bahan kimia yang berbeda-beda dalam jumlah kecil, sebuah proses yang dituntun oleh prinsip-prinsip saintifik namun menuntut seni tingkat tinggi yang tertentu.
Pada zaman ketika aroma yang sedap, rasa yang lembut, dan oven mikowave tidak bisa hidup berdampingan, maka tugas seorang flavoris adalah membangkitkan ‘ilusi’ tentang makanan olahan yang menjamin kesukaan konsumen. Cara kerja mereka ibarat sama dengan mozart dalam menggubah musiknya. Campuran perasa yang dianggap baik itu jika mempunyai ‘nada puncak’, disusul ‘lambatan’ dan ‘turunan’, dengan pemakaian bahan-bahan kimia yang berlainan yang bertanggungjawab pada tiap tahapan rasanya.
Aroma sebuah makanan bisa berperan sebanyak 90% atas rasanya, karena putik-putik rasa di lidah mempunyai sistem perangkat deteksi yang relatif terbatas dibandingkan dengan sistem penciuman manusia. Putik-putik rasa di lidah manusia bisa mendeteksi kehadiran kurang lebih ½ lusin rasa pokok, mulai dari manis, masam, pahit, asin, sepat, sampai umami. Umami ini adalah sebuah rasa yang diketemukan oleh para periset Jepang, rasa enak yang kaya dan penuh yang dipicu oleh asam amino dalam lauk semacam kerang-kerangan, jamur, kentang, dan rumput laut. Hidung manusia bisa mendeteksi aroma yang hadir dalam jumlah sekian per trilyun, jumlah yang setara dengan 0,000000000003%. Aroma-aroma kompleks, seperti aroma kopi atau daging panggang, berisi gas-gas rentan dari hampir sejuta senyawa kimia yang berbeda-beda.
Tindakan meminum, mengulum, atau mengunyah suatu makanan itu akan melepaskan gas-gas rentannya. Menguap keluar mulut, kemudian masuk ke lubang hidung, atau masuk ke belakang mulut di pangkal hidung diantara kedua mata dimana terdapat selaput tipis berisi sel-sel syaraf yang bernama epithelium olfaktori. Sinyal bau yang rumit dari epithelium dengan sinyal rasa pokok dari putik lidah, lalu kedua sinyal tersebut digabungkan oleh otak yang kemudian memberikan sebuah penilaian rasa atas apa yang ada di dalam mulut itu.
Meski perasa umumnya timbul dari campuran banyak macam bahan kimia yang mudah menguap, akan tetapi satu senyawa kerap menghadirkan satu aroma dominan. Etil-2-Metil Butirat, misalnya, akan memberikan bau persis bau apel. Metil-2-Peridilketon akan membuat sesuatu terasa seperti popcorn, Etil-3—Hidroksibutanoat akan membuat serasa marshmallow, Heksanal akan terasa seperti bau rumput yang baru dipotong, Asam-3-Metil Butanoid akan membuatnya seperti bau badan.
Sebuah perusahaan bernama Red Arrow Product Company membuat perasa rasa asap yang unik yang ditambahkan kedalam saus barbekyu dan daging olahan.
Perasa yang membuat makanan menjadi terasa baru saja dipanggang diatas api ini, dibuat dengan membakar gosong serbuk gergaji dan kemudian mengurung senyawa asap aroma dalam air yang kemudian dibotolkan.
Guna memberi makanan olahan dengan suatu rasa yang lebih layak lagi, maka seorang flavoris tak akan ketinggalan juga memperhitungkan faktor mouthfell (cecapan mulut), sebuah kombinasi unik antara interaksi tekstur dan bahan kimia yang mempengaruhi bagaimana sebuah rasa dicerap. Teknolog pangan kini menggarap riset pokok bidang rheologi, sebuah cabang fisika yang mengamati alur dan deformasi materinya, dan sejumlah perusahaan piranti canggih berupaya mengukur cercapan mulut. Semisal, TA.XT2i Texture Analyser yang diproduksi oleh Texture Technology Corporation, yang melakukan kalkulasi berdasarkan data yang didapat dari 250 pemeriksaan terpisah.
Pada intinya mesin ini ibarat mulut mekanik yang menaksir sifat-sifat rheologis utama sebuah makanan, mulai dari pantulan, rambatan, titik retak, kepadatan, kekeriukan, keterkunyahan, keliatan, kekentalan, kekenyalan, daya lanting, kelicinan, kehalusan, kelembutan, kebasahan, keenceran, daya sebar, pantulan balik, dan keterlekatan. Cecapan mulut itu kini bisa diselaraskan lewat penggunaan pelbagai macam lemak, getah, kanji, pengemulsi, dan penstabil.
Beberapa kemajuan terpenting dalam pembuatan perasa kini muncul di bidang bioteknologi. Perasa-perasa njlimet dibikin lewat fermentasi, reaksi enzim, kultur jamur, dan kultur jaringan. Semua perasa yang dibikin lewat metode ini -termasuk yang disintesa oleh jamur- dianggap perasa alami oleh FDA.
Proses baru berbasis enzim ini berperan atas rasa produk-produk susu yang begitu mirip aslinya. Pengembangan teknik fermentasi baru seperti memanaskan campuran gula dan asam amino juga telah membuahkan penciptaan rasa daging yang jauh lebih realistis.
Perbedaan zat perasa buatan dan perasa alami
Namun demikian penggunaan bahan tambahan makanan tersebut yang melebihi ambang batas yang ditentukan ke dalam makanan atau produk-produk makanan dapat menimbulkan efek sampingan yang tidak dikehendaki dan merusak bahan makanan itu sendiri, bahkan berbahaya untuk dikonsumsi manusia. Semua bahan kimia jika digunakan secara berlebih pada umumnya bersifat Hanya ada sedikit perbedaan di komposisi kimia perasa alami dan buatan.Keduanya dibuat di laboratorium oleh profesional yang terlatih, seorang ‘ahli rasa’, yang mencampur bahan-bahan kimia yang tepat dengan proporsi yang akurat.
Seorang ahli rasa menggunakan bahan-bahan kimia alami untuk membuat perasa alami dan bahan-bahan kimia sintetis untuk membuat perasa sintetis. Tetapi, pada dasarnya, si ahli rasa harus menggunakan bahan-bahan kimia yang sama untuk formula perasa buatannya dengan bahan-bahan kimia yang ia gunakan pada saat ia membuat perasa alami. Kalau tidak, rasanya tidak akan menjadi seperti yang diinginkan.
Perbedaan antara ‘alami’ dan ‘buatan’ datang dari ‘sumber’ bahan-bahan kimia yang dipakai dalam proses pembuatan perasa ini. Ini bisa disamakan seperti menyebut apel yang dijual di hotel adalah buatan dan apel yang dijual di toko buah adalah alami.
Hal ini sering membingungkan konsumen karena banyak contoh kasus yang demikian dalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya, kita dapat membuat ‘zat pewarna’ berwarna biru tua dari ekstrak blueberry atau pigmen sintetis. Komposi kimia kedua zat perwarna ini sangat berbeda walaupun keduanya menghasilkan warna yang sama. Ini sama halnya seperti kaus yang terbuat dari bahan wol dan nilon. Keduanya adalah kaus, dengan komposisi kimia yang berbeda. Perbedaan seperti ini, tidak mungkin ada pada produksi perasa. Sebuah rasa tertentu hanya dapat diracik dari bahan-bahan kimia yang spesifik. Sehingga, bila anda membeli jus apel yang mengandung perasa buatan, anda akan mengkonsumsi bahan kimia yang sama seperti seandainya anda memilih untuk membeli jus apel dengan perasa natural.
Komposisi kimia perasa buatan lebih sederhana dan bahkan mungkin lebih aman karena hanya bahan-bahan kimia yang sudah lulus uji yang boleh digunakan untuk membuat makanan. Perbedaan lainnya ialah harga. Pencarian sumber perasa ‘alami’ kerap kali megharuskan produsen melewati proses yang sulit untuk memperoleh bahan kimia yang diinginkan.
Misalnya, perasa alami rasa kelapa, sangat bergantung pada bahan kimia bernama Massoya lactone. Massoya lactone dapat diperoleh dari kulit kayu pohon massoya, yang tumbuh di Malaysia. Untuk mendapatkan Massoya lactone, pohon massoya tersebut harus ditebang karena produsen harus menguliti batang pohon dan melakukan proses ekstraksi untuk mendapatkan senyawa lactone-nya, proses yang tentu saja memakan banyak biaya. Perasa alami seperti ini memiliki komposisi yang identik dengan perasa buatan yang lahir di laboratorium seorang ahli kimia organik, namun jauh lebih mahal daripada alternatif sintetisnya. Konsumen pun, pada akhirnya harus membayar mahal untuk perasa alami yang kualitasnya tidak lebih baik, tidak lebih aman dan tidak lebih murah daripada perasa buatan.
Tubuh manusia mempunyai batasan maksimum dalam mentolerir seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan yang disebut ADI atau Acceptable Daily Intake. ADI menentukan seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan setiap hari yang dapat diterima dan dicerna sepanjang hayat tanpa mengalami resiko kesehatan.
Keuntungan dan kerugian penggunaan zat aditif perasa
Penggunaan zat aditif memiliki keuntungan meningkatkan mutu makanan dan pengaruh negatif bahan tambahan pangan terhadap kesehatan.
Agar makanan dapat tersedia dalam bentuk yang lebih menarik dengan rasa yang enak, rupa dan konsentrasinya baik serta awet maka perlu ditambahkan bahan makanan atau dikenal dengan nama lain “food additive”.
Penggunaan bahan makanan pangan tersebut di Indonesia telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Undang-undang, Peraturan Menteri Kesehatan dan lain-lain disertai dengan batasan maksimum penggunaannya. Di samping itu UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan Pasal 10 ayat 1 dan 2 beserta penjelasannya erat kaitannya dengan bahan tambahan makanan yang pada intinya adalah untuk melindungi konsumen agar penggunaan bahan tambahan makanan tersebut benar-benar aman untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan.
Sumber 

No comments:

Post a Comment