Zat Perasa
Nama; Nur Wahyu Jatmiko
Kelas; 4 THP 2
NIS; 6099
1. Tujuan
a. Agar mahasiswa mengetahui
jenis-jenis zat perasa alami dan buatan.
b. Mahasiswa mampu membedakan zat
perasa buatan dan alami.
2. Pendahuluan
Buka kulkas anda dan lihatlah
label makanan anda, akan anda temukan label ‘perasa alami’ dan ‘perasa
buatan’ di hampir setiap daftar bumbunya. Menurut Badan Pangan dan
Obat-Obatan atau FDA, ‘perasa alami’ harus berasal semata dari
bahan-bahan yang alami, dedaunan, rempah, bebuahan, sayur mayur, daging,
ragi, akar pohon, dsb. Pelabelan dan penyebutan sebuah perasa sebagai
sebuah ‘perasa alami’ memberikan kesan kepada konsumen bahwa perasa
jenis yang ini lebih sehat dibandingkan yang ‘perasa buatan’. Keduanya
itu sepertinya berbeda, namun pada dasarnya keduanya adalah sama, aditif
bikinan manusia yang memberikan rasa pada sebagian besar makanan
olahan.
3. Pembahasan
Perbedaan antara zat perasa
buatan dan perasa alami agak serampangan dan absurd, lebih didasarkan
pada ‘cara’ perasa itu dibuat daripada ‘isi’ sesungguhnya dari perasa
itu. Namun FDA tidak mewajibkan perusahaan perasa mengungkapkan
bahan-bahan aditif mereka, selama semua bahan kimia itu dipandang aman
atau GRAS (Generally Regarded As Safe) oleh badan tersebut. Sehingga
pada kenyataannya, ‘perasa alami’ dan ‘perasa buatan’ kadangkala berisi
bahan kimia yang persis sama dengan metode pembuatan yang berbeda.
Jenis-jenis perasa alami dan buatan
Amil Asetat -perasa rasa Pisang-
umpamanya, bila dihasilkan dari mencampurkan Cuka dengan Amil Alkohol,
dengan menambahkan Asam Sulfur sebagai katalis, maka Amil Asetat ini
adalah ‘perasa buatan’. Namun apabila dihasilkan dari menyuling Pisang
dengan Pelarut , maka Amil Asetat ini adalah ‘perasa alami’. Tatkala
Benzaldehida -perasa rasa Almond- didapat dari sumber alami, seperti
Persik dan biji Aprikot, ia mengandung bercak-bercak Hidrogen Sianida,
sebuah racun yang mematikan.
Namun tatkala Benzaldehida
didapat dari mencampur minyak cengkeh dengan Amil Asetat, maka justru
tidak mengandung Sianida sama sekali.
Rasa sebuah makanan bisa berubah
secara drastis dengan sedikit perubahan dalam campuran perasa yang
dipakainya. Bahan kimia yang menyuguhkan rasa dominan lada manis dapat
terasa dalam jumlah amat rendah -0,02 bagian per miliar- jumlah yang
satu tetesnya cukup untuk menambah rasa lima kolam renang ukuran
rata-rata.
Perasa arbei –sejenis yang bisa
dijumpai dalam susu kocok arbei Burger King- berisi bahan-bahan berikut :
Amil Asetat, Amil Butirat, Amil Valerat, Anethol, Anisil Format, Benzil
Asetat, Benzil Isobutirat, Asam Butirat, Cinnamil Isobutirat, Cinnamil
Valerat, Minyak Esens Cognag, Diasetil, Dipropil Keton, Etil Asetat,
Etil Amil Keton, Etil Butirat, Etil Cinnamat, Etil Hiptanoat, dan
seabreg senyawa lainnya.
Sekelompok kecil dan elit kaum
ilmuwan yang menciptakan perasa ini biasa disebut dengan sebutan
‘flavoris’. Mereka menggunakan sejumlah disiplin ilmu dalam kerjanya,
biologi, psikologi, fisiologi, dan kimia organik. Seorang flavoris
adalah seorang ahli kimia dengan hidung terlatih dan kepekaan yang
‘puitis’. Perasa diciptakan dengan mencampur setumpuk bahan kimia yang
berbeda-beda dalam jumlah kecil, sebuah proses yang dituntun oleh
prinsip-prinsip saintifik namun menuntut seni tingkat tinggi yang
tertentu.
Pada zaman ketika aroma yang
sedap, rasa yang lembut, dan oven mikowave tidak bisa hidup
berdampingan, maka tugas seorang flavoris adalah membangkitkan ‘ilusi’
tentang makanan olahan yang menjamin kesukaan konsumen. Cara kerja
mereka ibarat sama dengan mozart dalam menggubah musiknya. Campuran
perasa yang dianggap baik itu jika mempunyai ‘nada puncak’, disusul
‘lambatan’ dan ‘turunan’, dengan pemakaian bahan-bahan kimia yang
berlainan yang bertanggungjawab pada tiap tahapan rasanya.
Aroma sebuah makanan bisa
berperan sebanyak 90% atas rasanya, karena putik-putik rasa di lidah
mempunyai sistem perangkat deteksi yang relatif terbatas dibandingkan
dengan sistem penciuman manusia. Putik-putik rasa di lidah manusia bisa
mendeteksi kehadiran kurang lebih ½ lusin rasa pokok, mulai dari manis,
masam, pahit, asin, sepat, sampai umami. Umami ini adalah sebuah rasa
yang diketemukan oleh para periset Jepang, rasa enak yang kaya dan penuh
yang dipicu oleh asam amino dalam lauk semacam kerang-kerangan, jamur,
kentang, dan rumput laut. Hidung manusia bisa mendeteksi aroma yang
hadir dalam jumlah sekian per trilyun, jumlah yang setara dengan
0,000000000003%. Aroma-aroma kompleks, seperti aroma kopi atau daging
panggang, berisi gas-gas rentan dari hampir sejuta senyawa kimia yang
berbeda-beda.
Tindakan meminum, mengulum, atau
mengunyah suatu makanan itu akan melepaskan gas-gas rentannya. Menguap
keluar mulut, kemudian masuk ke lubang hidung, atau masuk ke belakang
mulut di pangkal hidung diantara kedua mata dimana terdapat selaput
tipis berisi sel-sel syaraf yang bernama epithelium olfaktori. Sinyal
bau yang rumit dari epithelium dengan sinyal rasa pokok dari putik
lidah, lalu kedua sinyal tersebut digabungkan oleh otak yang kemudian
memberikan sebuah penilaian rasa atas apa yang ada di dalam mulut itu.
Meski perasa umumnya timbul dari
campuran banyak macam bahan kimia yang mudah menguap, akan tetapi satu
senyawa kerap menghadirkan satu aroma dominan. Etil-2-Metil Butirat,
misalnya, akan memberikan bau persis bau apel. Metil-2-Peridilketon akan
membuat sesuatu terasa seperti popcorn, Etil-3—Hidroksibutanoat akan
membuat serasa marshmallow, Heksanal akan terasa seperti bau rumput yang
baru dipotong, Asam-3-Metil Butanoid akan membuatnya seperti bau badan.
Sebuah perusahaan bernama Red
Arrow Product Company membuat perasa rasa asap yang unik yang
ditambahkan kedalam saus barbekyu dan daging olahan.
Perasa yang membuat makanan
menjadi terasa baru saja dipanggang diatas api ini, dibuat dengan
membakar gosong serbuk gergaji dan kemudian mengurung senyawa asap aroma
dalam air yang kemudian dibotolkan.
Guna memberi makanan olahan
dengan suatu rasa yang lebih layak lagi, maka seorang flavoris tak akan
ketinggalan juga memperhitungkan faktor mouthfell (cecapan mulut),
sebuah kombinasi unik antara interaksi tekstur dan bahan kimia yang
mempengaruhi bagaimana sebuah rasa dicerap. Teknolog pangan kini
menggarap riset pokok bidang rheologi, sebuah cabang fisika yang
mengamati alur dan deformasi materinya, dan sejumlah perusahaan piranti
canggih berupaya mengukur cercapan mulut. Semisal, TA.XT2i Texture
Analyser yang diproduksi oleh Texture Technology Corporation, yang
melakukan kalkulasi berdasarkan data yang didapat dari 250 pemeriksaan
terpisah.
Pada intinya mesin ini ibarat
mulut mekanik yang menaksir sifat-sifat rheologis utama sebuah makanan,
mulai dari pantulan, rambatan, titik retak, kepadatan, kekeriukan,
keterkunyahan, keliatan, kekentalan, kekenyalan, daya lanting,
kelicinan, kehalusan, kelembutan, kebasahan, keenceran, daya sebar,
pantulan balik, dan keterlekatan. Cecapan mulut itu kini bisa
diselaraskan lewat penggunaan pelbagai macam lemak, getah, kanji,
pengemulsi, dan penstabil.
Beberapa kemajuan terpenting
dalam pembuatan perasa kini muncul di bidang bioteknologi. Perasa-perasa
njlimet dibikin lewat fermentasi, reaksi enzim, kultur jamur, dan
kultur jaringan. Semua perasa yang dibikin lewat metode ini -termasuk
yang disintesa oleh jamur- dianggap perasa alami oleh FDA.
Proses baru berbasis enzim ini
berperan atas rasa produk-produk susu yang begitu mirip aslinya.
Pengembangan teknik fermentasi baru seperti memanaskan campuran gula dan
asam amino juga telah membuahkan penciptaan rasa daging yang jauh lebih
realistis.
Perbedaan zat perasa buatan dan
perasa alami
Namun demikian penggunaan bahan
tambahan makanan tersebut yang melebihi ambang batas yang ditentukan ke
dalam makanan atau produk-produk makanan dapat menimbulkan efek
sampingan yang tidak dikehendaki dan merusak bahan makanan itu sendiri,
bahkan berbahaya untuk dikonsumsi manusia. Semua bahan kimia jika
digunakan secara berlebih pada umumnya bersifat Hanya ada sedikit
perbedaan di komposisi kimia perasa alami dan buatan.Keduanya dibuat di
laboratorium oleh profesional yang terlatih, seorang ‘ahli rasa’, yang
mencampur bahan-bahan kimia yang tepat dengan proporsi yang akurat.
Seorang ahli rasa menggunakan
bahan-bahan kimia alami untuk membuat perasa alami dan bahan-bahan kimia
sintetis untuk membuat perasa sintetis. Tetapi, pada dasarnya, si ahli
rasa harus menggunakan bahan-bahan kimia yang sama untuk formula perasa
buatannya dengan bahan-bahan kimia yang ia gunakan pada saat ia membuat
perasa alami. Kalau tidak, rasanya tidak akan menjadi seperti yang
diinginkan.
Perbedaan antara ‘alami’ dan
‘buatan’ datang dari ‘sumber’ bahan-bahan kimia yang dipakai dalam
proses pembuatan perasa ini. Ini bisa disamakan seperti menyebut apel
yang dijual di hotel adalah buatan dan apel yang dijual di toko buah
adalah alami.
Hal ini sering membingungkan
konsumen karena banyak contoh kasus yang demikian dalam kehidupan kita
sehari-hari. Misalnya, kita dapat membuat ‘zat pewarna’ berwarna biru
tua dari ekstrak blueberry atau pigmen sintetis. Komposi kimia kedua zat
perwarna ini sangat berbeda walaupun keduanya menghasilkan warna yang
sama. Ini sama halnya seperti kaus yang terbuat dari bahan wol dan
nilon. Keduanya adalah kaus, dengan komposisi kimia yang berbeda.
Perbedaan seperti ini, tidak mungkin ada pada produksi perasa. Sebuah
rasa tertentu hanya dapat diracik dari bahan-bahan kimia yang spesifik.
Sehingga, bila anda membeli jus apel yang mengandung perasa buatan, anda
akan mengkonsumsi bahan kimia yang sama seperti seandainya anda memilih
untuk membeli jus apel dengan perasa natural.
Komposisi kimia perasa buatan
lebih sederhana dan bahkan mungkin lebih aman karena hanya bahan-bahan
kimia yang sudah lulus uji yang boleh digunakan untuk membuat makanan.
Perbedaan lainnya ialah harga. Pencarian sumber perasa ‘alami’ kerap
kali megharuskan produsen melewati proses yang sulit untuk memperoleh
bahan kimia yang diinginkan.
Misalnya, perasa alami rasa
kelapa, sangat bergantung pada bahan kimia bernama Massoya lactone.
Massoya lactone dapat diperoleh dari kulit kayu pohon massoya, yang
tumbuh di Malaysia. Untuk mendapatkan Massoya lactone, pohon massoya
tersebut harus ditebang karena produsen harus menguliti batang pohon dan
melakukan proses ekstraksi untuk mendapatkan senyawa lactone-nya,
proses yang tentu saja memakan banyak biaya. Perasa alami seperti ini
memiliki komposisi yang identik dengan perasa buatan yang lahir di
laboratorium seorang ahli kimia organik, namun jauh lebih mahal daripada
alternatif sintetisnya. Konsumen pun, pada akhirnya harus membayar
mahal untuk perasa alami yang kualitasnya tidak lebih baik, tidak lebih
aman dan tidak lebih murah daripada perasa buatan.
Tubuh manusia mempunyai batasan
maksimum dalam mentolerir seberapa banyak konsumsi bahan tambahan
makanan yang disebut ADI atau Acceptable Daily Intake. ADI menentukan
seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan setiap hari yang dapat
diterima dan dicerna sepanjang hayat tanpa mengalami resiko kesehatan.
Keuntungan dan kerugian penggunaan
zat aditif perasa
Penggunaan zat aditif memiliki
keuntungan meningkatkan mutu makanan dan pengaruh negatif bahan tambahan
pangan terhadap kesehatan.
Agar makanan dapat tersedia dalam
bentuk yang lebih menarik dengan rasa yang enak, rupa dan
konsentrasinya baik serta awet maka perlu ditambahkan bahan makanan atau
dikenal dengan nama lain “food additive”.
Penggunaan bahan makanan pangan
tersebut di Indonesia telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan
Undang-undang, Peraturan Menteri Kesehatan dan lain-lain disertai dengan
batasan maksimum penggunaannya. Di samping itu UU Nomor 7 tahun 1996
tentang Pangan Pasal 10 ayat 1 dan 2 beserta penjelasannya erat
kaitannya dengan bahan tambahan makanan yang pada intinya adalah untuk
melindungi konsumen agar penggunaan bahan tambahan makanan tersebut
benar-benar aman untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan.
No comments:
Post a Comment